Guru saat ini dan mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling tahu terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia.
Guru atau pengajar bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, guru akan terpuruk secara profesional. Sebutan Mbah Google kini sudah dikenal anak didik. Dengan smartphone di tangan, dengan mudah anak didik kita mencari informasi apa saja yang dibutuhkannya. Bukan menyepelekan guru, setidaknya Mbah Google telah membantu anak didik mendapatkan informasi yang dibutuhkannya dengan cepat. Kalau guru tidak cepat memahami informasi, maka ia akan kehilangan kepercayaan, baik dari siswa, orang tua, maupun masyarakat.
Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuannya secara kreatif dan inovatif terusmenerus. Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 4 menegaskan, guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru harus memenuhi syarat-syarat, salah satunya adalah kompetensi mengajar. Kompetensi mengajar guru perlu dibuktikan dengan penerapan di lapangan sehingga pernyataan telah atau belum dikuasainya kompetensi mengajar diuji dengan hasil pengamatan supervisi dan evaluasi kegiatan guru dalam pembelajaran. Kompetensi mengajar guru dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi proses dan segi hasil.
Dari segi proses, guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Dari sudut guru, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajar dan kepercayaan dirinya. Dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang dilakukannya mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah penguasaan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam kurikulum. Faktor-faktor yang memengaruhi kompetensi mengajar guru di antaranya berapa lama ia mengajar, sejauh mana keterampilan yang dimiliki, berpengetahuan, bagaimana minat terhadap mengajar, apakah ia mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, apakah kompetensi mengajarnya bagus, berkonsep diri tinggi, berkepribadian, dan cerdas.
Daya Penggerak
Motivasi berprestasi menjadi daya penggerak yang sangat memengaruhi terbentuknya kompetensi mengajar seorang guru. Hal itu dapat dijabarkan lewat David McClelland dalam Mangkunegoro (2000) yang mengemukakan, motivasi berprestasi merupakan produktivitas seseorang yang ditentukan oleh ”virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mencapai prestasinya secara maksimal. Teori kebutuhan Maslow dipakai oleh McClelland sebagai dasar untuk mengembangkan teorinya, yaitu teori motivasi berprestasi (anchievement motivation), motivasi berkuasa (power motivation), motivasi berafiliasi (affiliation motivation).
Motivasi berprestasi adalah hasrat untuk mencapai keberhasilan dan keunggulan.
Hasrat adalah suatu keinginan dari dalam diri manusia yang mengarah pada perilaku untuk mencapai prestasi. Ada enam karakteristik orang yang membentuk kehendak motivasi berprestasi yang tinggi, yakni memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi, berani mengambil dan memikul risiko, memiliki tujuan yang realistis, memiliki rencana kerja yang menyeluruh, memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam semua kegiatan yang dilakukan, dan mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana-rencana yang telah dipergunakan. Apakah seorang guru bisa memenuhi standar kompetensi sehingga menjadi pengajar harapan seluruh pemangku kepentingan di sekolah, terutama para anak didik?
Persoalan itu kembali kepada kemampuan dan keinginan guru dalam mewujudkannya. Jangan sampai guru kita tidak berkompeten sehingga anak didik justru lebih memilih mencari sumber informasi pendidikan yang dibutuhkannya bukan dari gurunya lagi. Bila guru tidak siap atau tidak bisa menjadi guru zaman now, maka jangan salahkan anak didik lebih memilih Mbah Google sebagai sumber informasi pendidikan yang dibutuhkan.(49) —Hariyati SPd MPd, Kepala SMP4 Salatiga.
Sumber: Suara Merdeka.com