Kurikulum sensitif budaya adalah pendekatan budaya untuk dapat memahamkan peserta didik yang nota bene adalah generasi muda untuk menghargai, peka, memahami, toleran, empati terhadap setiap perbedaan suku bangsa, agama dan budaya serta keragaman lainnya misal kelompok atau golongan. Terasa sangat indah jika siswa mengerti karena sebuah perbedaan budaya, hobi, kelompok, sekolah adalah sebagai tambahan wawasan bukan lagi sebagai sebuah persaingan.
Penerapan Kurikulum Sensitif Budaya adalah sebuah kewajiban konstitusi bagi negara apabila merujuk pada Undang- Undang N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 4, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Sebagai amanah UU, negara seharusnya mengimplementasikan kurikulum sensitif budaya kedalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Dalam hal ini sekolah adalah sebagai penanaman semangat keberagaman sifat, watak, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya sehingga berdampak pada memahami, penghargaan, peka, toleran dan empati terhadap semua perbedaan. Sebelum siswa memahami orang lain maka dalam kurikulum ini siswa diharapkan mampu memahami tentang dirinya sendiri, terkait dengan potensi diri karena tingkat kemampuan pemahaman dan kesadaran diri dan lingkungan dapat mempengaruhi pencapaian kesuksesan akademis, perilaku sosial dan hubungan keluarga, serta keterlibatan di dalam aktivitas ekstrkurikuler dan kegiatan- kegiatan Osis lainnya.
Disarikan dari Koran Wawasan Terbit 4 Nopember 2019 ditulis oleh Sarastiana,SPd,MBA