Sekolah Menengah Kejuruan memasuki babak baru perkembangan teknologi seperti revolusi industri 4.0 dan society5.0. Tantangan dan peluang tersebut sudah di depan mata para pengelola Pendidikan SMK. Pelaku Pendidikan serta ekosistem di dalamnya tidak dapat menghindar dengan yang disebut sebagai turbulensi lingkungan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS) yang dinamis dan semakin pesat menyebabkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami turbulensi-turbulensi lingkungan. Turbulensi lingkungan didefinisikan sebagai dinamika ketidakpastian lingkungan yang ditandai oleh perubahan tingkat tinggi, kesulitan untuk memprediksi dan memiliki dampak besar (Nashiruddin, 2018). Ini artinya, SMK selalu dihadapi ketidakpastian perubahan dan tantangan yang dihadapi di masa yang akan datang. Sebagai contoh, SMK telah mengalami beberapa perubahan kurikulum sejak Abad 21 ini seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kurikulum 2013, dan Pembaharuan dari Kurikulum 2013. 
Selain itu perubahan jaman seperti masuknya IT dalam pembelajaran, penggunaan e-learning, adaptive learning, revolusi industri 4.0, 4C’s (creative, critical thinking, communication, dan collaboration), pembelajaran STEM (scientific, technology, engineering,dan mathematics), dan perubahan-perubahanlain yang tidak dapat diprediksi sekolah bahkan pemerintah.Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi fokus dalam Nawacita Presiden Joko Widodo khususnya dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing melalui kebijakan Revitalisasi SMK yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016. Salah satu Strategi Implementasi Revitalisasi SMK yang sedang dikembangkan adalah Sarana dan Prasana dan Teaching Factory(Direktorat Jenderal Pembinaan SMK, 2017). 
Teaching factorymerupakan perpaduan dari konsep pembelajaran Competency-based Training(CBT) dan Production-based Education and Training(PBET) yang mempelajari kompetensi dasar dan mengaplikasikan kompetensi (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2014).
Turbulensi yang tidak dapat diprediksi dapat menggoncangkan iklim organisasi di dalam sekolah. Perlu pertahanan yang matang untuk melawan turbulensi serta menangkalnya dengan berbagai alternatifstrategi. Kajian ini menjadi rujukan bagi SMK untuk siap dalam menghadapi turbulensi apapun dengan kapabilitas yang dimiliki sekolah.
Turbulensi lingkungan yang dihadapi SMK dapat berubah terus-menerus, substansial, tidak pasti, tidak dapat diprediksi (Sihotang, et al., 2016). Rhenald Kasalimenyebutnya sebagai disrupsi teknologi bagi individu yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman. Ada karakter khusus turbulensi yang diidentifikasi yaitu: perubahan, ketidakpastian, radikal, dan ketidakpastian (Nashiruddin, 2018). Lingkungan dianggap sangat turbulen yang dapat berubah dan kompleks, ditandai dengan: 1) peningkatan kebaruan perubahan, 2) peningkatan intensitas lingkungan, 3) peningkatan kecepatan perubahan; dan 4) kompleksitas lingkungan (Penc-Pietrzak, 2014; Staniec, 2018). Ini artinya,SMK harus semakin siap dengan kapabilitas yang dimilikinya untuk bertahan hidup secara adaptif dan berjuang menembus turbulensi-turbulensi lingkungan yang terjadi dimanapun dan kapanpun. SMK memiliki tantangan yang berat ketika harus memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini dan yang akan datang. Profil tenaga kerja industri yang sulit untuk diprediksi menyebabkan arah serta visi sekolah perlu di upgrade sesuai dengan perkembangan jaman.
Tantangan dan perubahan yang cepat menuntut SMK selalu memperhatikan keseimbangan organisasi didalamnya. Tata kelola yang kurang tepat dapat menyebabkan ketertinggalan dalam perubahan jaman, terdisrupsi, pengelolaan yang tidak efektif dan efisien, serta output yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, Direktorat Pembinaan SMK merekomendasikan kepada SMK untuk menerapkan tata kelola Good Governance School(GSG) dalam menghadapi turbulensi lingkungan Abad 21. GSG seperti firewall/benteng pertahanan dari segala serangan berbagai macam turbulensi baik dari turbulensi daya saing, pasar, kebijakan, dan teknologi.GSG memiliki delapan prinsip utama yaitu 1) Partisipasi (Participation): 2) Penegakan Supremasi Hukum (Rule of law); 3) Transparan; 4) Responsif; 5) Orientasi pada Konsensus (Consensus oriented); 6) Persamaan derajatdan inkusifitas (Equity and inclusiveness); 7) Efektif dan Efisien; 8) Akuntabilitas (Kefela, 2011; Vyas-Doorgapersad & Aktan, 2017). 
Organisation for Economic Co-operation and Development (2013) merekomendasikan untuk tata kelola sekolah yang baik harus memiliki syarat yaitu: otonomi sekolah, independen, memiliki stakeholder dari sektor public (pemerintah) dan privat (swasta), kekuatan manajerial dan kepemimpinan kepala sekolah. Jika GSG sebagai sistem manajemen sekolah serta pengganti dalam manajemen berbasis sekolah (MBS), maka ideologi dalam tata kelola sekolah menentukan kekuatan dalam menghadapi tantangan turbulensi lingkungan dan menangkap secara optimal peluang yang ada dalam turbulensi tersebut. Perlunya pemahaman tentang GSG bagi sekolah memberikan upaya dalam mempersiapkan dan memprediksi pengelolaan sekolah di masa yang akan datang baik menangkap peluang.
Upaya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan dengan menerapkan dan menyesuikan keterampilan khusus yang sangat dibutuhkan oleh DU/DI. Pendidikan kejuruan yang dilaksanakanoleh SMK mempunyai peran yang strategis dan diharapkan bukan hanya mampu menghasilkan tenaga kerja menengah,tetapi juga sebagai pengembangan pusat unggulan (centre of excellent)dan penguatan kemampuan sumber daya manusia dan IPTEK nasional. Disain pendidikan keahlian di SMK harus relevan dan mengarah pada pendidikan keahlian yang dapat mencetak tenaga profesional yang memiliki kompetensi danketerampilan guna memenuhi tuntutan DU/DI.
Ada beberapa alasan pentingnya relevansi pendidikan dengan DU/DI, dan pasar kerja. Adanya relevansi ini berfungsiagar pendidikan dapat menghasilkan SDM unggul yang mampu mengelola sumber daya alam sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi sekaligus mampu bersaing dengan negara lain. Secara khusus,pentingnya relevansi iniadalah SMK dapat menghasilkan sumber daya manusiaunggul dalam bidang keahlian yang dibutuhkan oleh DU/DI atau dapat menciptakan pekerjaan sendiri yang kemudian dapat menyerap tenaga kerja yang ada.
Apabila ditinjau dari sisi sumber daya manusia atau lulusan SMK, relevansi pendidikan SMK dengan DU/DI, atau SMK dengan pasar kerja dapat meningkatkan keterampilan lulusan SMK sesuai dengan kebutuhan DU/DI dan pasar kerja. Secara tidak langsung, hal ini dapat merubah mindsetmasyarakat dari pola konsumtif menjadi produktif. Relevansi pendidikanjuga memiliki dampak terhadapmeningkatnya keterampilan lulusan menjadi pekerja-pekerja terampil.
Pendidikan kejuruan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap daya saing ekonomi dan kesejahteraan dalam ekonomi berbasis pengetahuan global sehingga perlu diperhatikan kebutuhan dengan dunia kerja dan kerjasama antar lembaga penyelenggara(Hrmo et all, 2016).Tantangan utama untuk pendidikan kejuruan ialah untuk memenuhi perubahan kebutuhan keterampilan individu dan dunia kerja.Lebih lanjut, strategi dalam mengadapi turbulensi pasar dapat diadopsi dari negara Taiwan yang terbukti sukses melaksanakan transformasi pendidikan.
Adapun strategi yang dapat diambil diantarnya: (1)memperkuat dan mengadakan program-program retraining untuk pekerja; (2) menyediakan transfer pekerjaan dan training keahlian kedua (second-expertise training); (3) memperkuat training pada bidang komputerisasi, otomasi industri, CNC, mekatronika dsb; (4) melakukan uji keterampilan dan mengembangkan sistem sertifikasi; (5) menyediakan training untuk tenaga kerja dalam rangka layanan industri; (6) mendorong industri untuk melakukan program-program training; (7) meningkatkan manjemen skill untuk administrasi dan personil manajer. Namun disamping memperhatikan tren dan tantangan turbulensi pasar, sangat perlu memperhatikan kearifan-kearifan lokal daerah.
Dikutip dari Buku :Turbulensi Pendidikan Vokasi di Era Disrupsi 4.0